BUDAYA
ACEH
Aceh
adalah sebuah provinsi di Indonesia. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatera
dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Ibu kotanya adalah Banda Aceh.
Jumlah penduduk provinsi ini sekitar 4.500.000 jiwa. Letaknya dekat dengan Kepulauan
Andaman dan Nikobar di India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan
dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat
Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Suku
Bangsa Aceh
Aceh memiliki 13 suku bangsa asli. Yang terbesar adalah Suku Aceh yang
mendiami wilayah pesisir mulai dari Langsa di pesisir timur utara sampai dengan
Trumon di pesisir barat selatan. Etnis kedua terbesar adalah Suku Gayo yang
mendiami wilayah pegunungan tengah Aceh. Selain itu juga dijumpai suku-suku
lainnya seperti, Aneuk Jamee di pesisir barat dan selatan, Singkil dan Pakpak
di Subulussalam dan Singkil, Alas di Aceh Tenggara, Kluet di Aceh Selatan dan Tamiang
di Tamiang.Suku Devayan mendiami wilayah selatan Pulau Simeulue sedangkan Suku Sigulai dan Suku Lekon di utaranya. Suku Haloban dan Suku Nias terdapat di Pulau Banyak
Bahasa
di Aceh
Bahasa daerah yang paling banyak dipakai di Aceh adalah Aceh yang dituturkan
oleh etnis Aceh di sepanjang pesisir Aceh. Bahasa terbesar kedua adalah Gayo di
dataran tinggi Gayo, Alas di dataran tinggi Alas, Aneuk Jamee di pesisir barat
selatan, Singkil dan Pakpak di tanah Singkil, Kluet di Aceh Selatan dan Tamiang
di Tamiang.Di Simeulue bagian utara dijumpai Sigulai dan Lekon, sedangkan di selatannya dijumpai Devayan. Haloban dan Nias dijumpai di Pulau Banyak.
Seni & Budaya Aceh
Aceh
merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah
Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian,
dan budaya lainnya seperti:
- Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
- Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)
Sastra
- Bustanussalatin
- Hikayat Prang Sabi
- Hikayat Malem Diwa
- Legenda Amat Rhah manyang
- Legenda Putroe Neng
- Legenda Magasang dan Magaseueng
Senjata tradisional
Rencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang).Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti Sikin Panjang, Perisai Awe, Perisai Teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng.
Rumah Tradisional
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).Tarian
Provinsi
Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian
yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal
di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh,
seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.
Tarian Suku
Aceh
- Tari Laweut
Laweut berasal dari kata Selawat, sanjungan yang
ditujukan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Sebelum sebutan laweut dipakai,
pertama sekali disebut Akoon (Seudati Inong). Laweut ditetapkan namanya pada
Pekan Kebudayaan Aceh II (PKA II). Tarian ini berasal dari Pidie dan telah
berkembang di seluruh Aceh.
- Tari Likok Pulo
Tari Likok Pulo adalah sebuah tarian
tradisional yang berasal dari Aceh, Indonesia. "Likok" berarti gerak
tari, sementara "Pulo" berarti pulau. Pulo di sini merujuk pada
sebuah pulau kecil di ujung utara Pulau Sumatera yang juga disebut Pulau Breuh,
atau Pulau Beras.
- Tari Pho
Tari Pho adalah tari
yang berasal dari Aceh. Perkataan Pho berasal dari kata peubae, peubae artinya
meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan penghormatan dari
rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah. Bila raja yang sudah
almarhum disebut Po Teumeureuhom.
- Tari Ranup Lampuan
- Tari Rapai Geleng
- Tari Rateb Meuseukat
Tari
Ratéb Meuseukat
merupakan salah satu tarian Aceh yang berasal dari Aceh. Nama Ratéb Meuseukat
berasal dari bahasa Arab yaitu ratéb asal kata ratib artinya
ibadat dan meuseukat asal kata sakat yang berarti diam.
- Tari Ratoh Duek
- Tari Seudati
Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari
provinsi Aceh. Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti
saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad
utusan Allah.
- Tari Tarek Pukat
Tarian Suku
Gayo
- Tari Saman
Tari Saman (ditarikan pria) atau Tari
Ratoh Jaroe (ditarikan wanita) adalah sebuah tarian suku Gayo (Gayo Lues)
yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat.
Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu
biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad
SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan
dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh
Tenggara. Tari Saman ditetapkan UNESCO sebagai Daftar Representatif Budaya
Takbenda Warisan Manusia dalam Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk
Pelindungan Warisan Budaya Tak benda UNESCO di Bali, 24 November 2011.
- Tari Bines
Tari Bines merupakan tarian tradisional yang berasal dari
kabupaten Gayo Lues. Tarian ini muncul dan berkembang di Aceh Tengah namun
kemudian dibawa ke Aceh Timur. Menurut sejarah tarian ini diperkenalkan oleh
seorang ulama bernama Syech Saman dalam rangka berdakwah.Tari ini ditarikan
oleh para wanita dengan cara duduk berjajar sambil menyanyikan syair yang
berisikan dakwah atau informasi pembangunan. Para penari melakukan gerakan
dengan perlahan kemudian berangsur-angsur menjadi cepat dan akhirnya berhenti
seketika secara serentak.
- Tari Didong
- Tari Guel
Tari Guel adalah salah satu khasanah budaya Gayo
di NAD. Guel berarti membunyikan. Khususnya di daerah dataran tinggi gayo,
tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Para peneliti dan koreografer tari
mengatakan tarian ini bukan hanya sekedar tari. Dia merupakan gabungan dari
seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri
- Tari Munalu
- Tari Turun Ku Aih Aunen
Tarian Suku
Alas
- Tari Mesekat
Tarian Suku
Melayu Tamiang
- Tari Ula-ula Lembing
Tokoh Aceh
Cut Nyak
Dhien
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet
Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908;
dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh.
Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim
Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada
tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah
hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh
yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien
menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan
perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka
dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku
Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku
Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia
berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak
Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu
pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia
akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya
mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia
juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya,
Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908
dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
Sumber
No comments:
Post a Comment